ArsipPH: Pidana Bagi Dua Jurnalis Perancis Bentuk Kriminalisasi Kegiatan Jurnalistik

PH: Pidana Bagi Dua Jurnalis Perancis Bentuk Kriminalisasi Kegiatan Jurnalistik

Kamis 2014-10-23 22:03:30

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Penasehat Hukum kedua jurnalis asal Perancis, Aristo Pangaribuan, dalam pleidoi atau nota pembelaan yang dibacakan, Kamis (23/10/2014) sore, usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutannya, mengatakan, penangkapan kedua terdakwa membuktikan para jurnalis dikriminalisasi oleh negara.

“Setelah membaca surat dakwaan dan tuntutan jaksa, kami ingin sampaikan bahwa pasal-pasal seperti unsur yang dimaksud tidak terpenuhi, dan ini adalah bagian dari kriminalisasi terhadap kegiatan jurnalistik di Papua,” kata Aristo, saat diwawancarai wartawan.  

 

Aristo mengatakan, kesaksian saksi ahli dari Dewan Pers sebenarnya telah membantah keterangan dari Kementerian Luar Negeri, yang menyatakan bahwa kedua terdakwa melakukan kegiatan jurnalistik di Papua sehingga ditangkap. (Baca: Sidang Dua Jurnalis Perancis Hadirkan Saksi Ahli Dari Kemenlu).

 

“Tadi Dewan Pers sudah sampaikan, dikatakan kegiatan jurnalistik kalau seseorang meliput, menghimpun, mencari, dan mempublikasikan, sedangkan kedua terdakwa baru berencana melakukan peliputan, jadi sedang melakukan pengamatan, bahkan belum sama sekali publikasi, jadi mereka tidak bisa dikatakan melakukan kegiatan jurnalistik,” ujar Aristo.

 

Menurutnya, dalam Undang-Undang Keimigrasiaan, maupun peraturan Menteri Luar Negeri telah dijelaskan, bahkan saksi pidana bagi seseorang yang melakukan kegiatan jurnalistik merupakan langkah terakhir yang bisa ditempuh setelah saksi-saksi lain yang tidak berdaya. (Baca: Areki Wanimbo: Saya Larang Dua Jurnalis Untuk Naik ke Lanny Jaya).

 

“Mereka tidak melakukan tindakan pidana, dan UU Imigrasi menjamin mereka untuk dideportase, juga surat dari Kedutaan Besar Perancis kepada pemerintah Indonesia telah menyatakan bahwa kedua terdakwa tidak melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara sebagaimana dimaksud JPU, jadi seharusnya mereka tidak dipidanakan,” tegas Aristo.

 

Karena itu, dalam nota pembelaannya, Aristo meminta, majelis hakim untuk, pertama, menyatakan bahwa para terdakwa tidak bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana seperti yang didakwakan jaksa.

 

Kedua, membebaskan kedua terdakwa dari seluruh dakwaan dan tuntutan hukum; Ketiga, membebaskan para terdakwa dari tahanan; Keempat, memulihkan hak terdakwa para terdakwa dan pengakuaan harkat dan martabatnya.

 

Kelima, mengembalikan seluruh barang bukti milik terdakwa; Keenam, membebankan biaya perkara para terdakwa kepada Negara.

 

Juga ditegaskan oleh Aristo, tuntutan empat bulan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sedikit masuk akal, karena awalnya dalam dakwaan lima tahun penjara, tetapi saat ini turun hingga empat bulan.

 

“Jaksa sedikit kalem, dan mengerti dinamika persidangan yang berjalan, sehingga menuntut kedua terdakwa empat bulan, berharap hakim bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya,” tegas Aristo lagi.

 

Sebelumnya, JPU Sukanda SH, MH, menuntut kedua jurnalis asal Perancis empat bulan penjara, denda 2 juta rupiah, subsider kurungan dua bulan. (Baca: Dua Jurnalis Asal Perancis Dituntut Empat Bulan Penjara).

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

0
“Kami bersama AMAN Sorong Raya akan melakukan upaya-upaya agar Perda PPMHA  yang telah diterbitkan oleh beberapa kabupaten ini dapat direvisi. Untuk itu, sangat penting semua pihak duduk bersama dan membicarakan agar Perda PPMHA bisa lebih terarah dan terfokus,” ujar Ayub Paa.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.